Pegiat musik Indonesia David Tarigan menyebut kini stigma yang melekat di dangdut seperti pada generasi-generasi sebelumnya, tidak berlaku bagi generasi Z dan alpha. “(Stigma) dangdut itu kampungan, identik dengan kalangan bawah, pinggiran, itu tidak ada di mereka, ibaratnya mereka tidak pernah kenal kalau dangdut itu kampungan,” kata David kepada Liputan6.com, Selasa, 8 Agustus 2023.
“Mereka tahu kalau dangdut itu salah satu musik yang khas dan populer di Indonesia. Segala sesuatu tentang dangdut dasarnya, mereka bisa menikmati. Dangdut kalau diputar orang bakal joget, ini terlepas dari suka atau tidak suka terhadap lagu dan artisnya,” tambahnya.
Di satu sisi, dangdut dikatakan David, adalah musik paling fleksibel yang diartikan mengikuti apa yang terjadi di suatu masa. Ini salah satunya terwujud dengan grup-grup yang mengusung dan menyuguhkan sajian dangdut modern dalam penampilannya.
“Ketika dia (dangdut) hadir dalam formula-formula terkini, dangdut bisa eksis, dalam artian jadi elemen dasar, mau mengekspresikan seperti apapun dan dibawa ke mana pun, dangdut akan menghadirkan ekspresi yang khas,” katanya.
Duo seperti Feel Koplo misalnya, dikatakan David, dapat mengambil elemen-elemen dari musik yang merepresentasikan beragam hal. “Dangdut itu tumbuh merepresentasikan satu hal yang akhirnya jadi mendasar, tapi ketika zaman dan musik berbeda, dangdut jadi salah satu musik paling fleksibel dan bisa merepresentasikan hal yang berbeda lagi,” tambahnya.
“Tidak heran, ketika muatan-muatan lain dilucuti bisa jadi lagu yang dijogetin orang, ketika generasi berikut ini melihat dangdut itu sebagai wujud pengekspresian A, maka terjadilah itu,” jelas David.
Bukan tanpa alasan anak-anak masa kini melibatkan dangdut pada pesta atau acara mereka. “Karena ada satu hal yang sudah enggak berlaku lagi bagi mereka, yaitu stigma-stigma itu tadi,” tuturnya.