Di sisi lain, Ina bercerita bahwa pihaknya menangani proses pembuatan baju adat pengantin, baju etnik formal, baju etnik kasual, rompi pria, baju adat anak, dan berbagai produk lain. “Yang paling menyimpan makna mendalam bagi saya adalah ketika membuat motif suku Dayak Kenyah kasta Paren, karena ini adalah motif asli kasta Ibu saya dan keluarganya,” sebut dia.
Ia melanjutkan, “Motif ini yang paling eksklusif, hanya untuk orang-orang berkasta Paren di suku Dayak Kenyah. Jadi, zaman dahulu ada stasifikasi sosial dalam suku Dayak Kenyah yang terbagi atas empat golongan kasta, yaitu Kasta Paren: Kaum Bangsawan Besar/ Pemimpin.”
“Lalu, Kasta Deta’au: Kaum Bangsawan Kecil/Ksatria. Ketiga, Kasta Panyin: Kaum Rakyat Jelata, dan Kasta Ula’:Kaum Budak,” tuturnya. “Pada zaman itu, hanya orang-orang berkasta Paren asli yang boleh membuat, memakai, dan memiliki motif ukiran bergambar kepala orang maupun manusia utuh dan motif harimau (Lenjau dalam bahasa Dayak Kenyah).”
“Jika ada orang-orang berkasta lain membuat, memakai, bahkan memiliki motif eksklusif golongan kasta Paren, mereka akan terkena Parip (tulah/kutuk/malapetaka/sial/bala),” imbuhnya. “Namun seiring perkembangan zaman, perbedaan kasta sudah tidak ada lagi.”
Sementara dulunya pemasaran produk adat Suku Dayak dilakukan dari mulut ke mulut dan ikut berbagai acara, Dayakina Borneo secara memanfaatkan medium online dan offline. Secara langsung, produknya bisa dibeli di Warisan Budaya Indonesia di ASTHA, Pendopo Living World, Sarinah Thamrin, SMESCO, dan Alun-Alun Grand Indonesia.
“(Pesanan) 5–20 buah per bulan, tapi prosesnya lumayan lama, dan dijual seharga Rp675 ribu sampai Rp17,5 juta,” tandasnya.